Pages

Rabu, 08 September 2010

Bahasa Tegal

Tegal termasuk daerah Jawa Tengah di dekat perbatasan bagian barat. Letak Tegal yang ada di pesisir Jawa bagian utara, juga di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, menjadikan dialek yang ada di Tegal beda dengan daerah lainnya. Pengucapan kata dan kalimat agak kental. Dialek Tegal merupakan salah satu kekayaan bahasa Jawa, selain Banyumas. Meskipun memiliki kosa kata yang relatif sama dengan bahasa Banyumas, pengguna dialek Tegal tidak serta-merta mau disebut ngapak karena beberapa alasan antara lain: perbedaan intonasi, pengucapan, dan makna kata.

Selain pada intonasinya, dialek Tegal memiliki ciri khas pada pengucapan setiap frasanya, yakni apa yang terucap sama dengan yang tertulis. Secara positif - seperti dipaparkan oleh Ki Enthus Susmono dalam Kongres Bahasa Tegal I - hal ini dinilai mempengaruhi perilaku konsisten masyarakat penggunanya.
Untuk lebih jelas, mari kita amati beberapa contoh dan tabel berikut ini:
padha, dalam dialek Tegal tetap diucapkan 'pada', seperti pengucapan bahasa Indonesia, tidak seperti bahasa Jawa wetanan (Yogyakarta, Surakarta, dan sekitarnya) yang mengucapkan podho.
Saka, (dari) dalam dialek Tegal diucapkan 'saka', tidak seperti bahasa Jawa wetanan yang mengucapkan soko.
Tabel (perbedaan pengucapan)

Dialek
Bahasa Tegal
padha
saka
sega
apa
tuwa
Bahasa Jawa Wetanan
podho
soko
sego
opo
tuwo









Dalam kasus tersebut, Enthus menilai masyarakat pengguna bahasa Jawa wetanan (Surakarta, Yogyakarta, dan sekitarnya) kurang konsisten ketika mengucapkan Gatutkaca ditambahi akhiran ne. Kata itu bukan lagi diucapkan Gatutkocone, melainkan Gatutkacane, seperti yang dituturkan oleh masyarakat Tegal.

Berikut adalah pemetaan masyarakat pengguna dialek Tegal:


  • Kabupaten Brebes




  • Kota Tegal




  • Kabupaten Tegal




  • Bagian barat Kabupaten Pemalang



  • Tokoh dialek Tegal

  • Ki Enthus Susmono, yang selalu setia memasukkan unsur dialek Tegal dalam setiap pementasan wayangnya




  • Lanang Setiawan, yang telaten mengumpulkan kosa kata dialek Tegal kemudian disusun dalam Kamus Bahasa Tegal. Lanang juga produktif menciptakan lagu-lagu Tegalan yang disebarkan melalui jalur indie label.




  • Ki Slamet Gundono




  • Hadi Utomo




  • Yono Daryono



  • Kongres bahasa Tegal
    Kongres bahasa Tegal I digelar oleh pemerintah Kota Tegal pada tanggal 4 April 2006, di Hotel Bahari Inn kota Tegal. Acara yang digagas oleh Yono Daryono, tersebut menghadirkan beberapa tokoh antara lain SN Ratmana (cerpenis), Ki Enthus Susmono (dalang Tegal), Eko Tunas (penyair Tegal).
    Tujuan digelarnya kongres itu adalah mengangkat status dialek Tegalan menjadi bahasa Tegal.
    Pelopor dan penggiat bahasa Tegal adalah Lanang Setiawan. Selain menciptakan lagu-lagu Tegalan, ia juga menerbitkan tabloid tegalan, TEGAL TEGAL, menulis novel berjudul Oreg Tegal, dan secara rutin menulis kolom tetap Anekdot Tegalan di harian Pagi Nirmala Post.
    Karena kesetiaannya, pada 19 Oktober 2008 ia menerima anugerah Penghargaan Penggiat Bahasa Tegal dari Walikota Tegal, Adi Winarso.
    Bahasa gaul
    Tak kalah dengan daerah lain, Tegal juga memiliki bahasa gaul yang asal muasalnya dari bahasa prokem.
    Bahasa ini pertama digunakan oleh para gerilyawan saat perang kemerdekaan. Namun perkembangan selanjutnya menunjukkan, bahasa prokem beralih fungsi menjadi bahasa gaul.
    Pola pembentukan bahasa gaul Tegal menggunakan distribusi fonem. Contoh kata jasak berasal dari kata bapak (bapa). Di sini huruf B digeser (diganti) dengan huruf J, dan huruf P diganti dengan huruf S. Sementara huruf hidup (vokal) tidak mengalami perubahan.

  • Kosa kata bahasa gaul Tegal


  • aku - yanu
    bapa (k) - jasak
    mbok (ibu) - jok
    batir (teman) - jakwir
    kakang (kakak) - sahang
    minum - nyikung
    adik - yarik
    balik (pulang) - jagin
    wadon (cewek) - tarok
    Pelajaran bahasa daerah
    Sejak masa kepemimpinan H. Mardiyanto, Pemerintah provinsi Jawa Tengah menerapkan aturan agar setiap siswa (dari SD sampai SMA) mendapatkan pelajaran bahasa Jawa. Namun kebijakan ini menemui kendala yakni permasalahan dialek bahasa.
    Sebagai contoh, anak yang lahir di Tegal otomatis bahasa ibu-nya adalah Bahasa Tegal, bukan Yogyakarta atau Solo. Jika pelajaran bahasa Indonesia di sekolah hanya mengacu pada bahasa standar saja, tentu para siswa akan susah menyesuaikan dengan kultur yang telah mereka terima sejak lahir.
    Akhirnya muncul anggapan, pelajaran bahasa Jawa di sekolah merupakan 'paksaan' agar menggunakan bahasa-nya orang wetanan.

    0 komentar:

    Posting Komentar